Rabu, 03 Februari 2010

nasib adalah kesunyian masing-masing Jeneng

– what’s in a name? that which we call a rose

Pada setiap nama, otoritas eksternal sebenarnya sedang memamerkan ujudnya.
Ada kutipan bagus dari James Joyce, novelis Irlandia yang terkenal karena karya besarnya, “Ullyses”. Dalam sepucuk surat yang ditulis pada 18 September 1905, Joyce berkata pada saudaranya, Stanislaus: “Kupikir, setiap anak berhak untuk menggunakan nama ayah atau ibunya jika ia kelak sudah dewasa.”

Joyce bukan orang yang memuja komunalisme dan nilai-nilai luhur keluarga. Novel semi-autobiografisnya, “A Portrait of the Artist as a Young Man”, menunjukkan betapa Joyce berusaha membebaskan diri bukan hanya dari standar moral keluarga, tapi bahkan dari nilai-nilai Kristen, serta keharusan berbakti pada negara. Kutipan Joyce di atas justru mencoba menegaskan kerinduannya pada kebebasan individual, termasuk kebebasan untuk menggunakan nama yang diinginkan setiap orang, apakah itu nama ayah atau ibunya atau apa pun.

Setiap bayi yang baru lahir, tak pernah bisa bicara, karenanya cukup banyak alasan memilihkan si bayi nama yang sekiranya paling baik tanpa harus dan perlu berembuk lebih dulu dengan si bayi. Di situ, nama menjadi penegasan, betapa setiap bayi sebenarnya tak sendiri. Dalam ketidaksendiriannya itulah, setiap nama justru menjadi peneguhan, betapa banyak sekali otoritas di luar dirinya yang sedang mulai merasuk-mendalam.

Otoritas di situ beragam bentuknya. Sering kita dengar, keluarga besar si bayi harus berembuk lebih dulu ihwal nama yang dipilih. Sang ayah kadang berebut memberi nama dengan sang ibu. Urusan makin kompleks jika kakek atau paman atau anggota keluarga besar lainnya ikut-ikutan berembuk dan sama-sama ingin menyumbangkan nama pilihan masing-masing. Tidak semua mengalami kasus demikian, tapi saya cukup yakin kejadian di atas bukan sekali dua terjadi di banyak keluarga.
Pada otoritas eksternal yang menentukan nama apa yang harus disandang seorang bayi, sebenarnya terdapat satu otoritas lain yang lebih tak kasat mata, yaitu sistem pengetahuan dan pranata sosial.

Sistem pengetahuan di sini mungkin bisa mengacu pada apa yang oleh Thomas Kuhn sebut sebagai “paradigma”: pola pengetahuan yang baku dan terbakukan pada satu periode tertentu, yang secara sadar atau tidak setiap individu yang hidup dan terdidik pada sistem pengetahuan tersebut akan bertindak dan berpikir dengan cara yang sepenuhnya merujuk dan sesuai dengan nilai-nilai pengetahuan tersebut.
Nama-nama orang Jawa, misalnya, terpola dalam beberapa jenis. Nama perempuan Jawa sering diakhiri dengan suku kata “nem/em”: Painem, Pariyem, Paijem, dsb. Sementara nama laki-laki Jawa sering diakhiri dengan suku kata “o” atau “man”: Paiman, Poniman, Legiman, Paimo, Kusumo, Pawiro, dll.

Orang-orang Sunda, misalnya, terkenal karena senang mengulang satu suku kata sebagai nama: Maman, Dadang, Nanang, Cecep, Nining, Neneng, dsb. Pola lainnya, orang-orang Sunda juga senang menggunakan nama belakang yang sebagiannya merupakan duplikasi dari nama depan: Yayat Hidayat, Maman Suryaman, dll. Untuk jenis yang kedua ini, biasanya hanya digunakan pada nama anak laki-laki.

Apa yang terjadi pada nama-nama orang Sunda ini paling mudah untuk dijadikan contoh ihwal bercokolnya satu sistem pengetahuan yang sudah baku dan terbakukan dalam satu kebudayaan.

Pola penamaan dalam kebudayaan Sunda macam itu, misalnya, nyaris sejajar dengan pola berbahasa orang-orang Sunda. Dalam Bahasa Sunda, kata ulang muncul tidak seperti dalam Bahasa Indonesia di mana satu kata diulang secara utuh (misal: gatal-gatal). Dalam Bahasa Sunda, padanan untuk gatal-gatal adalah “gararateul” (dari akar kata “gateul”).

Sebenarnya, tidak ada keharusan untuk menggunakan pola-pola penamaan macam itu. Hanya saja, karena orang Jawa hidup di masyarakat yang umumnya memilihkan nama dengan pola-pola macam itu, masing-masing orang akan berpikir dengan pola pengetahuan yang sama sewaktu hendak menamai anaknya.
Jika hari ini banyak orang Jawa atau Sunda atau kebudayaan-kebudayaan lain tidak menamai anaknya dengan pola-pola macam itu, semuanya pastilah dimungkinkan oleh makin terbukanya cara pandang dalam menyikapi perubahan yang bersirobok ke halaman depan masing-masing kebudayaan.

Saya bukan antropolog yang mempelajari pola-pola kebudayaan di banyak teritori. Tapi, setahu saya, nyaris semua kebudayaan percaya, nama punya arti penting bagi setiap manusia. Itulah sebabnya, nama tak dipilih secara sembarangan. Menamai seorang anak perlu memerhitungkan banyak faktor: hari lahir, weton, hitungan-hitungan angka yang bisa memberi gambaran seperti apa karakter si bayi ketika dewasa, dsb.

Betapa pun nama-nama orang Jawa terlihat arkaik jika dilihat pada masa sekarang, tapi ia tidak dipilih secara serampangan. Di sana terpampang logika berpikir sebuah masyarakat, cara satu kebudayaan menghayati kosmologi, ruang dan waktu. Nama Legiman atau Poniman pasti berhubungan dengan sistem kalender yang dianut (lahir pada pasaran Legi atau Pon).

Karena dipilih tidak serampangan itulah, setiap nama tak bisa sembarangan dipakai dan diganti. Hingga kini, kita masih cukup mudah menjumpai “joke” bahwa seseorang mesti menyediakan bubur (jenang) merah dan bubur putih lebih dulu jika iseng-iseng mencoba menggunakan nama selain yang disandangnya sejak kecil. Saya tidak tahu, adakah hubungan antara bubur dengan nama, karena dalam bahasa Jawa, bubur itu disebut “jenang” dan nama itu disebut “jeneng”. Bedanya hanya satu huruf saja.
Di Bali, nama bahkan secara eksplisit menunjukkan hirarki, entah hirarki dalam keluarga atau hirarki dalam struktur kehidupan sosial.

Kita cukup mencermati nama seorang Bali untuk mengetahui dia anak ke berapa di keluarganya. Nama anak pertama biasanya terdapat unsur nama “Gede”, “Wayan” atau “Putu”. Untuk anak kedua, nama yang digunakan –misalnya—“Made” atau “Kadek”. Untuk anak ketiga, dipakai nama –seperti—“Nyoman” atau “Komang”. Untuk anak keempat, biasa digunakan nama –contohnya—“Ketut”. Hirarki nama kembali ke awal untuk anak nomer lima dan seterusnya.

Dalam banyak contoh, seringkali, nama bahkan menunjukkan pula kedudukan seseorang dalam hierarki sosial. Nama-nama seperti Gusti, Cokorda, atau Anak Agung biasa disandang oleh orang-orang yang di tubuhnya mengalir darah bangsawan, katakanlah berasal dari kasta Brahmana atau Ksatria. Sementara untuk kasta Waisya dan Sudra digunakan nama-nama seperti Ketut, Nyoman, Made, dll.
Dalam hal yang terakhir ini, sudah cukup banyak kritik yang diajukan. Kritik terhadap nama-nama yang sering digunakan untuk menunjukkan prestise keluarga menjadi bagian kecil dari kritik besar terhadap apa yang disebut oleh orang-orang progresif di Bali sebagai “salah paham pengertian mengenai kasta”. Mereka mencoba mengembalikan doktrin “Catur Vrna” yang sebenarnya membagi masyarakat berdasar keahlian masing-masing, bukan menjadi hirarki sosial yang termanifestasi dalam doktrin mengenai kasta yang berlapis dan kaku.

Kurang lebih, ini seperti nama Cut atau Teuku di Aceh yang biasanya digunakan oleh keturunan keluarga bangsawan (uleebalang). Masalah akan muncul saat seseorang menggunakan nama yang dalam logika berpikir masyarakatnya dianggap tidak layak disandang. Artis Cut Memey sempat digugat, berhak-tidaknya ia menyandang nama “Cut”. Gugatan itu, seingat saya, baru muncul setelah Cut yang bukan Nyak Dien satu itu sering muncul di infotainment dalam serangkaian skandal dan affair.
Di sana, dapat disaksikan para pendukung dan penghayat kebudayaan Aceh, mereka yang dalam logika berpikir tulisan ini disebut sebagai “pemilik otoritas” (katakanlah orang-orang Aceh atau bahkan keturunan Ulebalang) mencoba menegaskan kembali pranata soal nama, seraya pada saat yang sama bisa dibaca sebagai ikhtiar meneguhkan primordialisme, keutuhan budaya – dan dengan demikian meneguhkan “otoritas”.

Di kebudayaan lain, nama juga menyandang “beban” klan, misalnya Batak. Ada ratusan nama klan/marga Batak. Nama marga yang populer, di antaranya, Nasution, Lubis, Rajagukguk, dll. Sementara nama marga lain yang –mungkin—tidak begitu populer, misalnya, Dipari, Munthe, Pardosi, dll. Setiap nama marga punya riwayat sejarahnya sendiri-sendiri. Sejarah kelahiran nama-nama marga bisa dibaca sebagai biografi penyebaran, interaksi dan sengketa antara satu marga dengan marga yang lain.

Contoh-contoh nama seseorang bisa menunjukkan sistem pengetahuan dan pranata sosial bisa diperbanyak hingga batas yang terjauh. Contoh-contoh yang saya berikan sekadar untuk menegaskan, betapa nama bukanlah persoalan sepele. Dengan nada yang sedikit berbau Foucaultian, bolehlah dikatakan, setiap nama adalah “situs arkeologi”, petilasan, di mana otoritas bisa dilacak bekasnya.

Membaca Pikiran Orang Lain Dalam Kehidupan Sehari-hari

Banyak anggapan bahwa membaca pikiran adalah pekerjaan seorang psikolog, paranormal atau bahkan dukun. Namun, percaya atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari, anda semua adalah seorang pembaca pikiran. Sebab, tanpa kemampuan untuk mengetahui pikiran serta perasaan orang lain, kita semua tak akan mampu menghadapi situasi sosial semudah apapun. Dengan membaca pikiran, kita dapat membuat perkiraan tentang tingkah laku seseorang lalu membuat kita dapat menentukan keputusan berikutnya.
Jika kita melakukan pembacaan ini dengan buruk, dampaknya bisa serius: konflik bisa saja terjadi akibat kesalahpahaman. Contoh yang nyata kesulitan mengenali pikiran dan perasaan orang lain—mindblindness, dapat dilihat pada penyandang autisme, dimana ketidakmampuan tersebut menjadi suatu kondisi yang mengganggu.
Kemampuan membaca pikiran ini, yang oleh William Ickes—profesor psikologi di University of Texas, disebut sebagai emphatic accuracy.

Darimana asalnya?

Kemampuan (terbatas) kita untuk membaca pikiran menurut Ross Buck–profesor Communication Sciences di University of Connecticut, memiliki sejarah yang amat panjang. Dikatakannya bahwa, melalui jutaan tahun evolusi, sistem komunikasi manusia berkembang menjadi lebih rumit saat kehidupan juga menjadi lebih kompleks. Membaca pikiran lantas menjadi alat untuk menciptakan dan menjaga keteraturan sosial; seperti membantu mengetahui kapan harus menyetujui sebuah komitmen dengan pasangan atau melerai perselisihan dengan tetangga.

Kemampuan ini sendiri muncul sejak manusia dilahirkan. Bayi yang baru lahir lebih menyukai wajah seseorang dibandingkan stimulus lainnya, dan bayi berusia beberapa minggu sudah mampu menirukan ekspresi wajah. Dalam 2 bulan, bayi sudah dapat memahami dan berespon terhadap keadaan emosional dari pengasuhnya. Nancy Eisenberg, profesor psikologi di Arizona State University dan ahli dalam perkembangan emosional, menuturkan bahwa bayi berusia 1 tahun mampu mengamati ekspresi orang dewasa dan menggunakannya untuk menentukan tingkah laku berikutnya. Lanjutnya, bayi usia 2 tahun mampu menyimpulkan keinginan orang lain dari tatapan matanya, dan di usia 3 tahun, bayi dapat mengenali ekspresi wajah gembira, sedih atau marah. Saat menginjak usia 5 tahun, bayi sudah memiliki kemampuan dasar untuk membaca pikiran orang lain; mereka telah memiliki “teori pikiran.” Bayi tersebut mampu memahami bahwa orang lain memiliki pemikiran, perasaan dan kepercayaan yang berbeda dengan yang mereka miliki.

Anak-anak tadi mengembangkan kemampuan membaca pikiran dengan mengamati pembicaraan orang dewasa, dimana mereka membedakan kompleksitas aturan dan interaksi sosial. Selain itu, kegiatan bermain dengan teman sebaya juga dapat melatih anak untuk membaca pikiran anak lainnya. Namun, tak semua anak bisa mengembangkan kemampuan ini. Anak-anak yang mengalami penelantaran dan kekerasan cenderung mengalami hambatan dalam mengembangkan kemampuan membaca pikiran ini. Sebagai contoh, anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh dengan kekerasan, mungkin akan jauh lebih peka terhadap ekspresi marah, walaupun sesungguhnya emosi marah tidak muncul.
Lanjut lagi, kemampuan membaca pikiran yang lebih maju biasa muncul pada masa remaja akhir. Hal ini terjadi karena kemampuan untuk menyimpan perspektif dari beberapa orang di saat yang sama—dan lalu mengintegrasikannya dengan pengetahuan kita dan orang yang bersangkutan itu—seringkali membutuhkan kemampuan otak yang sudah jauh berkembang.

Bagaimana Membaca Pikiran?

Membaca bahasa tubuh adalah komponen inti dari membaca pikiran. Lewat bahasa tubuh, kita bisa mengetahui emosi dasar seseorang. Peneliti menemukan bahwa ketika seseorang mengamati gerak tubuh orang lain, mereka dapat mengenali emosi sedih, marah, gembira, takut dll, bahkan ketika pengamatan hanya dilakukan dengan pencahayaan yang minim.

Ekspresi wajah juga merupakan penanda bagi kita untuk dapat mengetahui apa yang dipikirkan orang lain. Namun sayangnya, banyak dari kita yang tidak mampu untuk mendeteksi ekpresi ini. Salah satu sumber yang kaya akan penanda ini adalah mata seseorang; otot-otot di sekitar mata. Mata seseorang adalah sumber penanda yang paling kaya jika dibandingkan bagian lain yang ada di wajah. Contohnya: mata yang turun ketika sedih, terbuka lebar ketika takut, terlihat tidak fokus kala sedang berkhayal, menatap tajam penuh kecemburuan, atau menatap sekitarnya ketika tidak sabar.

Kita dapat semakin tahu pikiran orang lain dari komponen-komponen dalam percakapan—kata-kata, gerak tubuh, dan nada suara. Namun diantara ketiganya, Ickes menemukan bahwa isi pembicaraan menjadi komponen terpenting dalam membaca pikiran dengan baik.
Menjadi Pembaca Pikiran Ulung
Lalu, bagaimana kita bisa menjadi seorang pembaca pikiran yang lebih baik? Tim dari Psychology Today telah merumuskan beberapa hal yang bisa membantu kita membaca pikiran.

Kenalilah orang lain. “Kemampuan membaca pikiran akan meningkat, semakin kita mengenal lawan bicara kita,” kata William Ickes. Jika kita berinteraksi dengan seseorang selama kurang lebih sebulan, kita akan lebih mudah untuk mengenali apa yang ia pikirkan dan rasakan. Hal tersebut dapat terjadi karena: kita mampu mengartikan kata-kata dan tidakan orang lain dengan lebih tepat, setelah mengamatinya dalam berbagai situasi; kedua, kita mengetahui apa yang terjadi dalam hidup mereka, dan mampu menggunakan pengetahuan itu untuk memahami mereka dalam konteks yang lebih luas.

Minta umpan balik. Penelitian menunjukkan bahwa kita dapat meningkatkan kemampuan membaca dengan cara menanyakan kebenaran dari tebakan kita. Misalnya, “Saya mendengar, sepertinya Engkau sedang marah. Benar tidak?”
Perhatikan bagian atas dari wajah. Emosi yang palsu, biasanya diungkapkan pada bagian bawah wajah seseorang. Sedangkan, menurut Calin Prodan—profesor neurologi di University of Oklahoma Health Sciences Center, emosi utama bisa dilihat dari sebagian ke atas wajah, biasanya di sekitar mata.

Lebih ekspresif. Ekspresivitas emosi cenderung timbal balik. Ross Buck, “semakin kita ekspresif, semakin banyak pula kita akan mendapat informasi mengenai kondisi emosional dari orang lain di sekitar kita.”
Santai. Menurut Lavinia Plonka, pengarang Walking Your Talk, seseorang cenderung “menyamakan diri” dengan lawan bicaranya melalui postur tubuh dan pola napas. Jika anda merasa tegang, teman bicara anda bisa saja, secara tak sadar, menjadi tegang pula lalu terhambat, dan akhirnya menjadi sulit untuk dibaca. Ambillah napas panjang, senyumlah, dan coba untuk menampilkan keterbukaan dan penerimaan kepada siapapun yang bersama anda.

Tinjauan Kritis

Perlu kita ingat, bahwa ekspresi emosi bisa berbeda di berbagai budaya. Ekspresi sedih di satu budaya, bisa jadi diinterpretasikan sebagai emosi lain di budaya lain. Jadi jika ingin membaca seseorang, kita perlu memperhatikan pula unsur budaya yang berlaku di tempat tinggal orang itu, jangan sampai salah menebak, atau bahkan memicu terjadinya kesalahpahaman.

Kita juga tak bisa mengesampingkan fenomena membaca pikiran ini sebagai sebuah fenomena yang biasa diasosisasikan dengan kemampuan supranatural, sebab percaya tidak percaya, memang ada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran yang sulit dijelaskan ilmu pengetahuan. Setidaknya penulis telah menemukan beberapa orang dengan kemampuan membaca pikiran, yang bahkan mampu melihat masa depan dan berbagai macam hal yang sulit diterima nalar.

Sumber Pustaka

Mind Reading – Psychology Today
How To Be a Better Mind Reader – Psychology Today

Lagi Stres? Menulis Aja!

Yang namanya stres sudah pasti menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mahasiswa. Berbagai macam kegiatan, seperti mengerjakan tugas, menghadiri kuliah atau rapat organisasi, bahkan yang sangat sederhana seperti berangkat dari rumah atau kos ke tempat kuliah, menuntut fisik dan psyche kita untuk selalu menyesuaikan diri. Respon fisik dan psyche kita terhadap tuntutan lingkungan itulah yang oleh Hans Seyle (dalam Munandar, 2001) dinamakan stres, atau bahasa ilmiahnya, General Adaptation Syndrome (GAS). Stres bisa berdampak positif bagi seseorang (disebut sebagai eustress); yang patut diwaspadai di sini adalah stres yang berdampak negatif, atau disebut juga sebagai distress. Menurut Seyle, distress disebabkan oleh respon terhadap tuntutan lingkungan yang kurang, berlebih, atau salah, sehingga menimbulkan penyakit, baik fisik (radang lambung, tekanan darah tinggi, penyakit jantung) maupun psikologis. Tentu tidak ada mahasiswa yang ingin aktivitasnya terhambat oleh penyakit, sehingga berbagai macam cara pun dilakukan untuk menanggulangi stres yang timbul, salah satunya adalah dengan menulis.

Mengapa Menulis?

Mungkin ada yang ragu dan bertanya: mengapa menulis? Bukankah menulis justru membuat kita makin banyak menguras pikiran? Tentu bukan sembarang aktivitas menulis yang dapat mengatasi stres. Melalui penelitiannya, psikolog James W. Pennebaker (dalam Hernowo, 2005) memberikan insight mengenai aktivitas menulis yang seperti apa yang bermanfaat bagi kesehatan fisik dan psikologis. Selama 15 menit setiap harinya selama 4 hari berturut-turut, Ia meminta tiga kelompok mahasiswa untuk menulis mengenai trauma yang pernah mereka alami dengan 3 derajat intensitas yang berbeda: hanya menuliskan fakta yang terkait dengan trauma, hanya melepaskan emosi yang terkait dengan trauma, dan menuliskan fakta serta emosi yang terkait dengan trauma tersebut. Sebagai kelompok pembanding, dengan durasi yang sama ia juga meminta sekelompok mahasiswa untuk menulis mengenai topik netral yang tidak relevan. Hasilnya? Dari kuesioner yang dibagikan setelah eksperimen berakhir, terungkap bahwa mahasiswa yang menuliskan fakta serta emosi yang terkait dengan peristiwa traumatis yang pernah mereka alami memiliki suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik. Temuan ini dikonfirmasi dengan pengecekan silang ke unit kesehatan mahasiswa setempat yang melaporkan bahwa rata-rata kunjungan mahasiswa yang termasuk dalam kategori ini turun 50% dibandingkan dengan bulan-bulan sebelum mereka mengikuti eksperimen. Ketika Pennebaker melakukan penelitian yang serupa beberapa bulan kemudian, ia juga menemukan bahwa mahasiswa yang menulis peristiwa traumatis mereka serta emosi yang terlibat di dalamnya meningkat fungsi kekebalan tubuhnya dibandingkan dengan mahasiswa yang menulis topik yang netral.

Efek yang sangat positif dari aktivitas menulis ini kemudian dijelaskan oleh psikolog Louise Sundararajan dari Pusat Psikiatri Rochester, New York (ABCNews, 28 September 2005). Berdasarkan analisis hasil tulisan pada penelitian lainnya terhadap mahasiswa yang orangtuanya sedang menjalani proses perceraian, Sundararajan menemukan bahwa aktivitas menulis ekspresif –menulis dengan menuangkan segala pikiran dan perasaan tanpa terpaku pada tata bahasa atau ejaan, ‘memaksa’ otak untuk memproses kembali kekuatiran dan ketakutan yang sebelumnya terendap begitu saja di alam bawah sadar dan berpotensi menimbulkan stres. “Menulis adalah sebuah proses,” ujarnya, “Salah satu prosesnya adalah ketika anda menulis, anda mengeluarkan semuanya. Anda mengatakan seberapa anda membencinya atau menyukainya, dan anda menggunakan semua kata yang dapat menggambarkan perasaan anda. Namun ada proses lain. Anda juga menyusun ulang semua masalah-masalah anda. Anda mundur selangkah, melihat, dan merefleksikan semua itu. Itu penting, dan anda harus melakukan keduanya.” Dari analisis yang dilakukan, ia melihat bahwa mahasiswa yang menulis dengan ekspresif lebih mampu menghadapi proses perceraian orangtuanya, dan mampu melihat masalah dalam perspektif yang sesuai serta menghadapinya dengan terbuka. Dengan begitu, Sundararajan menyimpulkan, mereka akan lebih cepat pulih secara psikologis.

Nah, setelah mengetahui manfaat menulis yang begitu besar dalam mengatasi stres, tidak ada salahnya bukan jika kita juga mencoba menulis ekspresif mulai sekarang?

Senin, 01 Februari 2010

Deja Vu dan Asal-Usulnya

Posted on Rabu, 2 feb 2010. Filed under: abnormal, biologi, kognitif, persepsi | Tags: hipnosis, otak, umur |

Hampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan deja vu: sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya. Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton. Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.

Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?


Terkait dengan Umur dan Penyakit Degeneratif

Pada awalnya, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.

Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.

Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.

Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.

Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium

Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.

Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.

LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.

Sumber:

Some Imagination! How Memory Fails Us – LiveScience

Patients Suffer Deja Vu… Over and Over – LiveScience

Blind Man Has Deja Vu, Busting a Myth – LiveScience

Origin of Deja Vu Pinpointed – LiveScience

Reinkarnasi dan Hubungan

Teman-teman dan keluarga sering berinkarnasi bersama-sama, berulang kali. ”Kelompok jiwa” kita ini setuju untuk bekerja sama di dalam bidang-bidang tertentu, dan muncul kembali dalam peran yang berbeda dengan hubungan yang berbeda untuk menangani isu-isu baru dan penting.
Keyakinan, kepercayaan, nilai diri, dan menyadari ilusi keterpisahan adalah contoh beberapa pelajaran yang telah disepakati sebelum reinkarnasi. Ikatan orangtua dan anak sering berulang, dan sering berganti peran untuk pelajaran di kehidupan baru.
Penampilan, pada tingkat duniawi kita, tak ada hubungannya dengan gambaran “besar” sesungguhnya. Misalnya, jiwa dapat setuju untuk menjelma sebagai orang tua yang bersikap tidak perduli atau kasar. Dari sudut pandang duniawi, tentu saja ini sangat mengganggu. Namun, kebenaran sesungguhnya adalah cerita lain. Jiwa telah setuju memenuhi peran orangtua yang kejam untuk membantu jiwa yang bereinkarnasi sebagai anak dan sebaliknya. Apa yang mungkin tampak seperti situasi yang tragis, dalam kenyataannya adalah proses saling belajar. Keadaan tragis dan mengerikan, dalam kebenaran sesungguhnya, adalah kesempatan penting bagi kemajuan jiwa.
Karakter jiwa - pertumbuhan yang dicapai selama kehidupan yang bergerak bersama sama untuk mencapai tingkatan berikutnya – berasal dari perjalanan, bukan tujuan akhirnya. Ini adalah setiap langkah, setiap proses, dan setiap pelajaran yang dipelajari, yang terpenting bukanlah akhir dari perjalanan, tetapi perjalanan itu sendiri. Pelajaran ini menjadi kontribusi seumur hidup terhadap karakter keseluruhan jiwa, yang membawa tiap-tiap jiwa lebih dekat pada total pencerahan.
Hal ini membantu kita untuk memahami bahwa semua hubungan, situasi dan tantangan yang kita hadapi dalam kehidupan yang sudah direncanakan sebelumnya, – adalah sebuah “rencana pelajaran” untuk apa yang akan kita capai selama inkarnasi. Mengetahui bahwa ada rencana dan desain dari masing-masing kehidupan seseorang, kita akan bersikap untuk tidak menghakimi terhadap kondisi dan peristiwa tertentu. Ada gambaran yang lebih besar terhadap hal itu dan melalui itu kita memiliki cara lain untuk melihat dunia ini.
Jalan untuk pertumbuhan ini bukan perjalanan yang dilakukan seorang diri. Anda tidak sendirian. Setiap jiwa dikelilingi oleh Cinta, sebuah ekspresi langsung dari Tuhan. Jangan terpaku pada penggunaan istilah Tuhan. Beberapa menyebutnya sebagai Kekuatan, Maha Kuasa atau sejumlah nama lain, mengetahui bahwa Ia adalah nyata dan Ia selalu menyertai Anda. Ia adalah Cinta tak terbatas yang mengalir di seluruh alam semesta, melalui kita, yang saling menghubungkan masing-masing dari kita. Kita semua adalah anak anakNya.
Sebagai anak-anakNya Anda kekal terhubung dengan-Nya. Kitalah yang seringkali menciptakan jarak, kita menjadi lupa, dan kita mencoba untuk mengabaikan identitas kita yang sejati. Tuhan tidak melupakan kita dan Tuhan tidak menghakimi. Tidak ada jiwa yang lebih berharga daripada yang lain, tidak ada anakNya yang kurang, atau lebih, daripada yang lain.
Ketika kita datang untuk memahami kebenaran dari keberadaan kita di sini dan ketika kita tidak membuat penilaian terhadap orang lain, kita akan menyadari bahwa setiap jalan adalah mulia. Tidak ada yang benar atau salah, hanya ada pengalaman manusia. Tukang daging, tukang roti, pembuat lilin tidak berbeda di mata Tuhan. Multijutawan dengan pengantar pizza adalah sama. Ketika Anda menjalani kehidupan ini dengan Cinta dan Cahaya, setiap usaha adalah mulia. Apakah Anda mendanai pembangunan rumah sakit baru atau memberikan makan malam untuk keluarga yang lapar, ketika Anda berada dalam cahaya, Anda memperluas Cinta Kasih Tuhan.
Pilihan untuk berperan dalam Cinta dan Cahaya adalah milik Anda sendiri. Seperti kata Dr James Allen dalam bukunya, As A Man Thinketh, “mereka, mereka sendirilah yang mencipta diri mereka sendiri.” Meskipun cetak biru atau rencana kehidupan ini sudah diletakkan, Anda tetap memiliki kehendak bebas untuk menciptakan realitas dan takdir Anda.
Ingatlah bahwa ini adalah keinginan jiwa Anda yang menciptakan cetak biru dengan siapa Anda akan bekerja bersama dalam kehidupan ini. Anda memilih tantangan Anda, Anda memilih pelajaran Anda. Roh hanya dapat melayani dan menciptakan lingkungan yang Anda butuhkan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan Anda datang ke sini untuk belajar. Seringkali pelajaran ini melibatkan kelompok jiwa dan jiwa lain yang diundang untuk berpartisipasi. Hukum sebab dan akibat sangat membantu dalam perjalanan ini.
Pencinta binatang juga tidak akan terkejut untuk mengetahui bahwa hewan juga kadang kadang merupakan bagian dari kelompok jiwa, dan terus menjelma ke dalam kelompok-kelompok jiwa yang sama. Semua makhluk memiliki takdir, dan hewan akan kembali pada kita atas keinginan sendiri dan pertumbuhan jiwa kita. Jiwa binatang kadang memang memilih untuk terlahir bersama kita dan sering kali tinggal dekat dengan kita bahkan setelah mereka meninggalkan dunia ini.
Setiap kali Anda bertemu seseorang dan merasakan hubungan langsung, itu adalah kedekatan jiwa. Apakah Anda dulunya teman, keluarga atau kekasih, hubungan itu akan terus berlanjut ke dalam kehidupan ini dan Anda sadar akan hal itu pada tingkat jiwa. Anda akan bertemu orang-orang ini sepanjang hidup Anda dan sering kali hubungan ini berlangsung singkat. Anda akan terhubung kembali, dan bertindak sebagai cermin bagi satu sama lain, dan kemudian kembali melakukan perjalanan kehidupan bersama sama.
Hubungan lain yang akan Anda temui lagi dan lagi adalah “belahan jiwa,” dan melalui beberapa bentuk. Pertama, hubungan kekasih. Kedekatan bersama yang berasal dari kehidupan lain, dikombinasikan dengan cinta, komitmen dan pemahaman muncul bersama-sama untuk membentuk cinta tanpa syarat yang kuat. Hubungan ini sangat familier karena merupakan kelanjutan. Kemitraan ini telah disepakati dan akan terlibat dalam keseluruhan reinkarnasi.
Selanjutnya, pasangan jiwa persahabatan. Tampaknya sulit dimengerti bahwa banyak orang yang kelihatannya tidak sesuai akan berbagi ikatan dan tingkat kepercayaan yang tak dapat dijelaskan. Ikatan ini sesungguhnya telah dibuat selama beberapa masa kehidupan dan kekuatannya juga akan melekat dalam seluruh inkarnasi ini.
Terlepas dari penampilan atau keadaan, jiwa-jiwa lain telah membantu merancang rencana untuk hubungan Anda. Keluarga, teman, rekan kerja dan tetangga bukanlah sesuatu yang kebetulan atau acak. Setiap hubungan dalam hidup Anda, baik itu hubungan seumur hidup atau pertemuan sederhana di sebuah elevator atau satu baris dalam sebuah film, telah dirancang khusus untuk pertumbuhan yang saling menguntungkan. Kita semua adalah guru dan kita semua adalah murid sekaligus.
Hilangnya hubungan, terutama hubungan yang Anda rasakan akan berlangsung selamanya, tidak dapat menutupi arti sebenarnya dari hubungan. Jangan terjebak dalam kesedihan karena kehilangan sebuah hubungan. Sebaliknya, bersyukurlah terhadap waktu Anda bersama-sama dan Cinta yang dibawa dalam hubungan tersebut, sebagai sesuatu yang nyata dan hidup-bersama Anda selamanya. Kehilangan sebuah hubungan adalah waktu terbaik untuk berterima kasih secara tulus, kesempatan untuk pertumbuhan yang luar biasa, dan kesempatan untuk mempelajari sebuah pelajaran berharga di sepanjang jalan menuju pencerahan. Hubungan adalah salah satu alat terkuat kita untuk belajar. Gunakan hubungan Anda dengan bijak dan perlakukan mereka dengan respek yang pantas mereka dapatkan, karena masing-masing dan setiap orang yang anda temui adalah bertujuan untuk melayani sebuah tujuan suci dalam hidup Anda.

PERBEDAAN PENGOBATAN PENYAKIT TERKENA BLACK MAGIC DAN PSIKOSOMATIS

Setelah sekian lama mempelajari pengobatan alternatif terhadap penyakit gangguan black magic (kesurupan, santet dll) dan penyakit gangguan kejiwaan seperti stress, depresi, psikosomatis dan mental bipolar, saya merasa perlu menuliskan pengalaman dan menjelaskan betapa pengobatan penyakit gangguan kejiwaan jauh lebih sulit daripada pengobatan gangguan black magic…
Mengapa demikian ?, para penderita penyakit kejiwaan, akar penyakitnya berasal dari suatu mismanajemen fikirannya sendiri….diakibatkan karena Fikiran Sadar (Ego)sipenderita tidak bisa dan tidak mau mengatur dan mengelola secara seimbang ,serasi dan harmonis antara dorongan nafsu duniawi (Id) dengan dorongan Hati Nurani (Super Ego)nya…
Fikiran Sadarnya/Egonya sangat terpengaruh oleh dorongan nafsu duniawi yang sarat dengan berbagai Fikiran Negatif, sehingga cenderung lebih banyak mengambil keputusan yang disebut “Egois”, hanya mementingkan kepentingan diri sendiri saja, sehingga dia sulit bersossialisasi dengan pihak lain…
Karena hanya mementingkan dirinya sendiri, maka ia akan sangat mudah kecewa, irihati, marah, dendam, dengki, pesimis, putus asa….sehingga terjadilah perasaan tertekan oleh keadaan/stress, berkembang terus menjadi depresi dan selanjutnya terjadilah kerusakan fungsi oragan penting tubuhnya, dimulai dari susunan saraf pusat, merembet ke lambung, tekanan darah tinggi, jantung, ginjal, paru paru, mata dll…penyakit ini disebut psikosomatis…
Menurut pengalaman dan pengamatan saya selama menangani penderita psikosomatis, mereka ini umumnya sangat egois dan merasa dirinya paling tahu segalanya, termasuk penyakitnya sendiri…semua penyembuh, baik dokter medis, dokter kejiwaan, alternatif, dianggapnya lebih bodoh dari dia….mereka umumnya tidak mau mendengar nasihat dan petunjuk siapapun, tapi lebih senang menasihati dan memberi petunjuk orang lain, termasuk para pengobatnya….
Tidak aneh kalau yang datang keruangan saya umumnya sudah puluhan kali berobat ke dokter umum, spesialis, psikiater, ustadz, kiyai, alternatif dll, tetap saja tak ada perbaikan,,,kalaupun sembuh hanya sementara saja, lalu kambuh kembali…
Karena itu, kalau untuk menyembuhkan penyakit balck magic cukup hanya satu atau dua kali pertemuan dan hanya dalam waktu sekitar maksimal satu jam dalm setiap pertemuan, sudah bisa tuntas, ….maka kalau penyakit psikosomatis butuh pertemuan lebih banyak, secara bertahap dan berlanjut, setiap pertemuan bisa makan waktu 3 sampai 4 jam, sampai isteri saya keheranan kok gak selesai selesai…mulai jam 7 malam, jam 11 malam belum selesai juga berdiskusi….
Hanya segelintir pasien yang terkena psikosomatis yang bisa sembuh dalam waktu relatif cepat, itu sangat ditentukan oleh Kemauan Kerasnya untuk bersikap Ikhlas, Terbuka dan Mau Berserah Diri kepada yang Kuasa….
Mayoritas penderita psikosomatis, Kecerdasan Spiritualnya sangat rendah….( biasanya kalaupun mereka hapal surat Al Faatihah, tapi tidak tahu artinya…ada yang tak tahu sama sekali…padahal mengaku beragama Islam).
Penyakit Psikosomatis sangat erat dengan kwalitas Keimanan dan Ketaqwaan seseorang….kalau Keimanan dan Ketaqwaannya tinggi, umumnya sangat kebal terhadap penyakit apapun, termasuk psilosomatis dan black magic…
Penyakit black magic relatif lebih mudah diobati, karena penyebabnya lebih dominan pengaruh dari luar fikiran sipasien…kalau kita memiliki enerji penyembuhan Illahi, dapat segera disembuhkan dalam waktu singkat…kemudian dilakukan pagar benteng keimanan dan ketaqwaan yang lebih baik dan mendasar….minimal harus menguasai, memahami, menjiwai surat Alfaatihah secara baik dan benar, dan tidak boleh takut kepada jin dan setan…hanya takut kepada Allah YME…
Bagi pembaca blog yang menderita psikosomatis, jangan tersinggung dengan tulisan saya, bahkan agar dimanfaatkan untuk introspeksi dan melakukan manajemen fikiran yang lebih baik dan benar….kalau tidak mau, maka penyakitnya sulit sembuhnya….kecuali Tuhan berkata lain…Selamat berusaha dan berjuang melakukan manajemen fikiran yang baik dan benar….

BEDA BERPIKIR POSITIF DAN NEGATIF
Pembaca yang budiman, setelah 2 tahun lebih menulis blog ini sekaligus juga melakukan hoby konsultasi dan terapi baik online maupun ketemu langsung dengan klien, saya temukan ternyata akar masalah dari semua kesulitan hidup/musibah yang diderita oleh para klien tersebut adalah mereka kesulitan membedakan mana yang berpikir positif dan mana yang negative.
Karena itu saya coba membantu lebih menjelaskan perbedaan antara berpokir positif yang akan menghasilkan kondisi kehidupan yang Great Life dengan berpikir negative yang akan menghasilkan penderitaan hidup, terutama berbagai permasalahan hidup kita sehari hari….
1. Sikap teliti, hati hati, serius, adalah hasil dari berpikir positif, tapi kalau kemudian berkembang menjadi terlalu teliti, terlalu hati hati, terlalu serius, itu sudah berubah menjadi berpikir negative yaitu “Perasaan ketakutan akan apa yang akan dihadapi atau dikerjakan”…..akibatnya justru apa yang kita takutkan akan terjadi, Sikap berani, adalah positif, tapi sering dalam pelaksanaannya menjadi terlalu berani, sehingga menjadi “ceroboh, nekad, sombong, ingin dipuji”, dan semua itu adalah negative…akibatnya akan terjadi musibah….
2. Sikap mencintai suami, isteri, anak, adalah positif, tapi kalau menjadi terlalu mencintai, sering berubah menjadi cemburu, posesif, over proteksi, memanjakan, mengkultuskan…ini semua negative, akibatnya akan terjadi musibah…
3. Sikap penuh percaya diri, optimis adalah positif, tapi kalau terlalu percaya diri dan optimis akan berubah menjadi sombong, over acting, merendahkan orang lain, under estimate/over estimate….ini semua negative, akan mengakibatkan musibah…
4. Sikap dermawan, ringan tangan, empati, peduli kepada kesulitan orang lain, adalah positif, tapi kalau keterlaluan, akan berubah menjadi boros, dimanfaatkan orang lain…ini negative…
5. Sikap bekerja keras, berambisi untuk mendapatkan harta, kekuasaan, pangkat, jabatan, lawan jenis, kesuksesan duniawi, adalah positif, tapi kalau sudah keterlaluan dan terobsesi, terbelenggu, maka akan berubah menjadi “ ambisius, takut gagal, memberhalakan duniawi”…itu semua negative….akan mengakibatkan musibah.
6. Sikap ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, ingin berjihad/berjuang dijalan Tuhan adalah positif, tapi kalau keterlaluan, akan berubah menjadi “Fanatik, ekstrim, dogmatis”…itu negative…
7. Sikap disiplin adalah positif, tapi kalau keterlaluan, akan berubah menjadi “ Disiplin Mati, bersikap kaku, tidak flexible”…..itu negative.
8. Sikap ingin dihargai oleh orang lain, sikap selalu menjaga image/Jaim, selalu menjaga sopan santun, tata karma, adalah positif, tapi kalau keterlaluan, akan berubah menjadi “ Gila hormat, tidak mau menerima saran, sombong”…itu semua negative.
9. Masih banyak contoh berfikir negative yang terjadi karena “Terlalu ingin disebut berpikir positif”….yang secara tidak disadari, justru menjadi negative….

Pembaca budiman, ada pengalaman berharga waktu saya melakukan terapy kepada seorang ibu yang menderita berbagai penyakit secara kronis , sudah berobat kedokter umum, spesialis, ozone, tusuk jarum, alternative, selama sekitar sepuluh tahun, tapi semakin lama semakin parah, dimana klimaksnya pada bulan puasa tahun yang lalu tergeletak ditempat tidur tidak bisa bangun….Kebetulan saya ada yang menghubungi untuk membantu ibu tersebut…rumahnya di Jawa Barat.
Setelah saya terapi dengan enerji Supra Concious/Kesadaran Super/Kekuatan Alam Bawah Sadar, dibawah kendali alam bawah sadarnya, dalam frekuensi Theta, ia menceritakan semua yang terjadi dari A sampai Z, sambil menangis histeris…..
Ibu ini sebenarnya sangat spiritual, sangat ingin berusaha bersikap positif kepada semua orang, apalagi suami yang sangat dihormatinya……Karena sangat menghormati suaminya, ia berusaha keras menutup aib suaminya dengan sangat ketat dan menyimpannya untuk diri sendiri selama bertahun tahun……kalau ada orang bertanya: “Sakit apa?”…jawabannya selalu: ” Hanya sakit tekanan darah rendah, karena itu sering pusing”…..
Waktu saya jelaskan bahwa semua sakitnya adalah akibat telah melakukan berpikir negative selama sepuluh tahun, ibu itu kaget dan bertanya: “ Apakah berusaha keras menutup aib suami untuk menjaga martabatnya didepan anak anak, didepan mertua dll, tergolong pikiran negative?…bukankah agama Islam mengajarkan agar kita selalu berbicara yang baik baik saja dan jangan menceritakan aib orang lain…?”…
Lalu saya jawab: “Menjaga aib suami dan selalu bercerita yang baik baik saja tentang suami adalah positif…..tapi rasa Ketakutan yang mendalam selama bertahun tahun telah meracuni alam fikiran ibu dan Hukum Tarik Menarik/The Secret otomatis bekerja menarik semua hal yang tidak baik dari alam semesta, berupa musibah, kesedihan, penyakit dari alam semesta dan mewujud dalam kehidupan nyata ibu !”…..
Setelah saya jelaskan panjang lebar bagaimana merubah pikiran takut bocor menjadi “Pasrah kepada Tuhan, tanpa harus bercerita yang tidak baik tentang suami, biarkan, ikhlaskan biar Tuhan yang mengambil alih apa yang harus terjadi….Istigfar, syukuri apa yang dikaruniakan Tuhan apa adanya, belajar control pikiran agar selalu positif dan tidak bergeser menjadi negative…!”, akhirnya setelah tiga kali pertemuan, sang ibu yang sangat menghormati suaminya ini sembuh total sampai sekarang…..
Pembaca yang budiman, ini adalah kisah nyata tentang bahayanya kurang memahami perbedaan berpikir positif dan negative.
Banyak pengalaman lain, mengobati mereka yang kelihatannya sangat spiritual, tapi terjebak kekeliruan persepsi mana yang positif, mana yang negative…..
Sekian dulu, semoga bermanfaat….

Peran Orang Tua Dalam Membangkitkan Potensi Anak

Perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat terjadi sejak anak baru lahir sampai usia lima tahun, sehingga hampir 50 persen potensi kecerdasan anak sudah terbentuk pada usia empat tahun. Kemudian secara bertahap mencapai 80 persen pada usia delapan tahun. Kreativitas anak mulai meningkat pada usia tiga taun dan mencapai puncaknya pada usia empat setengah tahun. Kreativitas anak akan menurun apabila tidak diupayakan perkembangan potensi kecerdasannya. Data-data ini merupakan hasil penelitian ahli perkembangan anak dari Universitas Georgia Amerika Serikat, Dr.Keith Osborn.
Pakar psikologi anak Dr Seto Mulyadi yang akrab dipanggil Kak Seto juga menyatakan bahwa usia balita merupakan masa penting bagi perkembangan potensi seseorang, termasuk rasa percaya dirinya. Perkembangan potensi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, karena anak akan dengan cepat menirukan dan belajar dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan.
Dengan demikian merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, tempat anak tumbuh dengan nyaman, sehingga dapat memancing keluar potensi dirinya, kecerdasan dan percaya diri.Disamping itu orangtua perlu memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap..
Pada masa-masa penting pertumbuhan tersebut, anak memerlukan asupan makanan bergizi yang cukup, disertai kasih sayang dan perhatian orang tua . Kesemuanya ini berguna untuk akan menunjang pertumbuhan otak dan cara berpikir anak. Dari hasil penelitian, ternyata kecerdasan anak tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus dirangsang. Misal, untuk mengembangkan kemampuan berbahasa pada seorang anak, misalnya, maka orang tua harus rajin menjalin percakapan dengan sang anak. Saat anak masih bayi, tetaplah mengajaknya berbicara dengan suara yang halus, meski anak belum mengerti.
Menurut pendapat Kak Seto, anak dapat dirangsang untuk mengembangkan daya imajinasinya, dengan mendengarkan dongeng dari ibunya. Misalnya, dari dongeng yang didengar, anak akan membayangkan peri cantik yang baik hati atau kancil yang cerdik. Kemudian secara tidak langsung anak juga dapat diajak untuk melontarkan gagasannya pada satu masalah. Orang tua perlu membiasakan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, khususnya menyangkut kepentingan dirinya sendiri, misalnya menentukan makanan dan pakaian yang disukai, serta mengajak anak untuk mengomentari berbagai peristiwa, akan memacu anak untuk terus berpikir mengembangkan gagasannya.
Sejak usia dini , anak juga sudah dapat diperkenalkan pada kegiatan membaca dan menulis. Misalnya dengan cara membuat tulisan nama benda pada karton dan menempelkan tulisan tersebut pada benda yang dimaksud. Ini dapat merangsang daya ingat anak terhadap benda tersebut sekaligus memperkenalkan anak akan bentuk huruf dan tulisan. Untuk memacu kemampuan dasar matematika, anak dapat diperkenalkan pada konsep matematika secara sederhana, misalnya menghitung jumlah anak tangga, menghitung panjang meja dengan jengkal si anak, mengukur tinggi dan berat badannya sendiri.
Kegiatan dalam mengembangkan potensi kecerdasan anak hendaknya dilakukan dengan cara bermain, sehingga anak merasakan sebagai kreativitas yang menyenangkan. Jangan sampai anak merasa dipaksa harus belajar menulis, membaca, dan belajar berhitung. Orang tua harus dapat menciptakan suasana bermain yang dapat menumbuhkan hasrat ingin tahu yang besar serta kemampuan logika yang baik. Selain itu , anak harus dapat perasaannya dengan bebas, seperti rasa marah, sedih, takut, dan kecewa dalam keadaan wajar. Orangtua harus dapat berperan sebagai teman serta mendengarkannya, bukan justru semakin menyudutkan sang anak.
Peran orangtua yang berkualitas dalam mengembangkan kecerdasan dan perkembangan emosi anak secara bertahap, akan mendorong potensi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kemampuan kecerdasan yang yang tinggi, pengendalian emosi yang baik, serta kuat mental spiritualnya…..
Peran orangtua pada dasarnya anak-anak sebagai generasi unggul tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka tumbuh dengan optimal.
Orang tua memegang peranan penting menciptakan lingkungan tersebut guna memotivasi anak agar dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi.
Ini semua dapat dimulai sejak masa bayi. Suasana yang penuh kasih sayang, mau menerima anak apa adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik, semua merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya generasi unggul dimasa datang.
Memahami anak keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan para orang tua dalam hal memahami anak sebagai individu yang unik, dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satusama lain namunsalingmelengkapidanberharga.Selain memahami bahwa anak merupakan individu yan unik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya memahami anak,yaitu bahwa anak adalah: anak bukan orang dewasa,anak adalah tetap anak-anak, bukan orang dewasa ukuran mini.
Mereka juga memiliki dunia sendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak. Untuk itu dalam menghadapi mereka dibutuhkan adanya kesabaran, pengertian serta toleransi yang mendalam.Dunia bermain mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh semangat apabila terkaitdenganpenuhsuasanayangmenyenangkan.
Anak selain tumbuh secara fisik, juga berkembang secara psikologis.Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuai dengan ciri-cirimasing-masingfaseperkembangantersebut.
SenangMeniru
Anak-anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru. Orang tua dan guru dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru.
Kreatif
Anak-anak pada dasarnya adalah kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya imajinasi tinggi, dan sebagainya. Namun begitu anak masuk sekolah, kreativitas anak pun semakin menurun. Hal ini sering disebabkan karena pengajaran di TK atau SD terlalu menekankan pada cara berfikir konvergen, sementara cara berfikir secara divergen kurang dirangsang. Orang tua dan guru perlu memahami kreativitas yang ada pada diri anak-anak dengan bersikap luwes dan kreatif pula, hendaknya tidak selalu memaksakan kehendaknya terhadap anak-anak namun secara rendah hati mau menerima gagasan-gagasan anak yang mungkin tampak aneh dan tak lazim. Anak-anak yang dihargai cenderung terhindar dari berbagai masalah psikologis serta akan tumbuh dan berkembang lebih optimal.
Mengembangkankecerdasandankreativitas
Menyadari akan arti pentingnya orang tua bagi pengembangan kecerdasan dan kreativitas anak, maka sangat dianjurkan kepada setiap orang tua untuk meluangkan waktu secara teratur bagi putra-putrinya untuk mengembangkan kemampuan bahasa misalnya, biasakan agar orang tua rajin menjalin percakapan dengan si kecil. Ajaklah berdialog dan berilah kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya, sedangkan untuk mengembangkan kemampuan dasar matematika anak dapat diperkenalkan konsep matematika secara sederhana, misalnya menghitung jumlah anak tangga. Sementara untuk memuaskan kebutuhan ilmiahnya, anak bisa diajak menjelajahi dunianya dengan cara melakukan eksperimen, misalnya mengamati tumbuhnya kecambah, proses telur yang menetas dan sebagainya. Kaitkan semua kegiatan diatas sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dan selalu ditunggu oleh anak. Ini adalah hal-hal yang merangsang pengembangan kecerdasan anak. Banyak dijumpai anak-anak yang memiliki kecerdasan dan kreativitas luar biasa adalah anak-anak yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tuanya. Orang tua John Irving misalnya, menghabiskan waktu berjam-jam bermain dan terlibat secara intelektual bersama John setiap hari, sehingga akhirnya ia menjadi penuis ternama. Begitu pula orang tua Steven Spielberg, tak jemu-jemunya berdialog dan melayani aneka pertanyaan serta rasa ingin tahu Steven, sehingga akhirnya ia menjadi sutradara film terkenal. Tak terkecuali orang tua Thomas Alva Edison memegang peranan penting bagi perkembangannya sehingga ia menjadi seorang penemu ulung.
Rumah yang menunjang kreativitas adalah rumah dimana anak dan orang dewasa yang berada didalamnya terlibat dalam kebiasan kreatif. Aktivitas mendongeng atau membacakan cerita sangat bersemangat untuk merangsang kecerdasan maupun kreativitas anak. Melalui dongeng, anak juga dapat diajak berkomunikasi serta mencoba untuk melontarkan suatu gagasan terhadap pemecahan suatu masalah. Dan melalui dialog batin si kecil dengan dongeng-dongeng yang didengarnya itu, tanpa sadar mereka telah menyerap beberapa sifat positif, sperti keberanian, kejujuran, kehormatan diri, memiliki cita-cita, menyayangi binatang, membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk, dan seterusnya.
Mengembangkan kecerdasan emosional.
Beberapa ahli mengatakan bahwa generasi sekarang cenderung banyak mengalami kesulitan emosional, seperti misalnya mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah bertindak agresif, kurang menghargai sopansantun dan sebagainya, kecerdasan atau angka IQ yang tinggi bukanlah satu-satunya jaminan kesuksesan anak di masa depan. Ada faktor lain yang cukup populer yaitu kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini dapat dilatih pada anak-anak sejak usia dini. Salah satu aspeknya adalah kecerdasan sosial, dimana anak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain serta bertindak bijaksaadalam hubungan antar manusia. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, sikap saling menghargai, disiplin dan penuh semangat tidak mudah putus asa, semua ini memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosionalnya…………….

Usaia balita adalah periode emas pertumbuhan. Saat itu otak tumbuh pesat dan siap diisi dengan berbagai pelajaran dan pengalaman. Orangtua hendaknya memanfaatkan untuk mengembangkan potensinya.

Penelitian menunjukkan usia balita adalah masa windows of opportunity. Pada masa ini, otak bayi bagaikan spons yang dapat menyerap cairan. Agar dapat menyerap, spons tersebut tentunya harus ditempatkan dalam air. Air inilah yang diumpamakan sebagai pengalaman. Di sinilah letak peranan orangtua yang bertugas memberikan pengalaman kepada anakanak dan mengenalkan mereka pada aktivitas yang diminatinya.
”Jika sejak bayi distimulasi dengan berbagai rangsangan, otak kecilnya pun akan menyerap,” ujar psikolog Rose Mini. Rose mencontohkan kemampuan bicara, jika tidak sering dirangsang, maka anak akan mengalami keterlambatan berbicara, termasuk kemampuan berjalan. Namun, jika anak intens diajak berbicara atau menyanyi, kemampuan verbalnya pun akan terstimulasi dengan baik.

Pengalaman konkret adalah yang dibutuhkan anak dengan usia ini. Namun, perempuan yang sering disapa Bunda Romi ini mengingatkan, tidak berarti anak lantas diberi berbagai aktivitas agar kemampuannya tersebut tumbuh melalui kursus, mengingat anak masih usia balita.

Senada dengan penuturan Rose, psikolog anak Agustina Hendriati mengatakan, orangtua seharusnya mengarahkan kemampuan anak tersebut dengan tepat. Psikolog yang menjadi pengajar di Universitas Atma Jaya ini mengatakan, sejatinya bakat muncul sejak anak masih dalam kandungan. ”Sebab, bakat terkait dengan perkembangan otak ketika masih dalam masa kandungan,” katanya.

Untuk itu, ketika hamil, ibu dapat melakukan berbagai hal yang dapat menstimulasi perkembangan otak bayi. Di antaranya dengan membacakan cerita atau sekadar mengajak bayi mengobrol. ”Penelitian menunjukkan otak bayi dapat merespons kondisi di luar, telinga bayi tersebut dapat mendegar apa yang ibu katakan,” sebutnya.
Atau bisa juga dengan mendengarkan musik atau menari.
Dilanjutkan Agustina, manusia sebenarnya memiliki dua jenis bakat. Yang pertama adalah bawaan dari lahir atau merupakan bakat yang diturunkan dari orangtua, atau pengaruh dari lingkungan. Ada anak yang sebenarnya memiliki bakat bermain musik, namun karena orangtua tidak mendorong, bakat itu pun lenyap begitu saja.

Sebaliknya, ada anak yang keluarganya tidak memiliki jiwa seni. Akan tetapi, karena pengaruh lingkungan, mungkin pergaulan, ditambah dukungan orangtua, bakat bermusik yang dimiliknya pun kian terasah dan menjadi potensi tersendiri.

”Pemunculan bakat memang tergantung pada stimulus yang diberikan orangtua,” kata Rose. Bakat yang dimiliki anak saat ini belum tentu menjadi eksistensinya kelak ketika dewasa. Namun, sudah merupakan kewajiban orangtua untuk menumbuhkan sekaligus mengembangkan bakat anak sejak dini. Makin dini anak menerima stimulasi, maka makin baik.

Orangtua juga dapat mengenalkan anak dengan berbagai benda edukatif yang dapat merangsang kemampuan motoriknya pula, yakni dengan cara mengamati dan meraba.

Ajak anak untuk berkreasi sesuai imajinasinya, beri kertas berwarna dan mintalah ia untuk mengguntingnya sesuai keinginan, lalu menempelkannya di buku gambar. Bisa pula dengan mengajak anak bermain pasir dengan menggunakan mainan yang dimiliki. Selama orangtua kreatif, ada banyak bahan yang dapat digunakan dan tidak mahal yang terdapat di sekitarnya.

Mengembangkan bakat anak, juga bisa dilakukan dengan mengajak si kecil bermain. Bukan permainan modern yang ada saat ini, seperti PlayStation misalnya. Melainkan ajak anak untuk bermain permainan tradisional yang banyak menuntutnya bergerak aktif. Seperti petak umpet, bermain drama, atau lompat tali.

”Orangtua juga dapat mengarahkan bakat anak, misalnya jika ingin anak suka membaca, beri ia buku cerita berwarna dan ajak bercerita bersama. Jadikan ini aktivitas yang rutin dengan membacakan cerita sebelum tidur contohnya,” papar Agustina. Demikian pula jika orangtua ingin me-numbuhkan kecintaan anak pada dunia seni, musik, atau melukis. Berikan buku gambar dengan pensil krayon atau ajak anak melihat ibu atau ayahnya berlatih musik.

Namun, tugas orangtua tidak berhenti sampai di situ. Setelah mengarahkan, orangtua pun berkewajiban untuk mendampingi sang anak dalam setiap aktivitasnya. Selain memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak, orangtua juga dapat mengetahui kemampuan mana yang lebih menonjol.

Tak lupa lemparkan pujian kepada anak ketika ia telah menguasai sebuah kebiasaan sekecil apa pun. Berikan pula pujian ketika ia menunjukkan hasil karyanya kepada Anda sebagai orangtua. Nah, ketika bakat anak telah mulai terlihat, giliran menyalurkannya dengan baik.

Anak bisa mengikuti kursus tari jika ia gemar bergoyang setiap kali didengarkan lagu. Kursus musik bisa jadi pilihan jika orangtua mengetahui minat anak di bidang ini. Boleh juga memasukkannya pada kursus matematika jika ingin kemampuannya di bidang ini semakin terasah dan berkembang.

”Jika belum terlihat kemampuan sebenarnya di bidang apa, jangan ragu untuk memintanya mengikuti kegiatan,” kata Rose. Di samping sebagai tes minat, juga menyalurkan energi anak pada kegiatan yang positif.

Perlu diingat, orangtua tidak seharusnya memaksakan kehendaknya kepada sang anak untuk melakukan apa yang diinginkan orangtua

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KELAINAN KATUP JANTUNG

Katup merupakan pintu yang mengalirkan darah di dalam jantung antara atrium dan ventrikrl serta antara ventrikel dan aorta/arteri pulmonalis. Pergerakan membuka dan menutupnya pasif tergantung pada tekanan dari atrium dan ventrikel jantung.
Beberapa katup (valvula):
1. Katup atrioventrikuler (katup antara atrium dan ventrikel)
a. Valvula trikuspidalis : antara atrium kanan dan ventrikel kanan
b. Valvula bikuspidalis: antara ventrikel kiri dengan atrium kiri
Kedua katup tersebut memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada saat diastole ventrikel dan mencegah aliran balik pada saat diastole ventrikel.
2. Katup semilunar (katup antara ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis):
a. Katup aorta
b. Katup pulmonal
Masing-masing memiliki 3 daun katup yang simetris dan menonjol seperti corong yang dikaitkan dengan cincin serabut. Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi (tekanan ventrikel lebih tinggi daripada tekanan yang ada dalam pembuluh darah arteri/aorta.
Hal ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis dan aorta selama systole ventrikel dan mencegah aliran balik sewaktu ventrikel diastole. Dalam keadaan normal, luas permukaan katup 4-6 cm.
PENYAKIT KATUP
Ada dua jenis penyakit katup yaitu:
1. Stenosis katup: katup menyempit, Katup menjadi lebih tebal sehingga menurunkan fleksibilitas katup
2. Insufisiensi katup (regurgitasi): katup mengalami kekakuan akibat scar dan retraksi sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna.
MITRAL STENOSIS
yaitu terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolic.
ETIOLOGI:
1. PENYAKIT JANTUNG REMATIK (99%)
2. Pembentukan thrombus, penumpukan kalsium, dan atrial mixoma.
Patofisiologi:
Perubahan yang terjadi pada mitral stenosis adalah:
1. Komisura saling melengket satu sama lain dan bentuk berubah
2. Cup daun katup menjadi lebih tebal membentuk jaringan fibrosis
3. Chordate tendinae menebal, memendek dan saling melekat
Tingkatan stenosis
1. Sedang: bila luas pembukaan katup 1,5 – 2 cm. Sudah menimbulkan perubahan hemodinamik. Aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri dengan tekanan abnormal
2. Berat: Bila luas pembukaan katup <= 1 cm. Darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri dengan tekanan yang tinggi, terjadi peningkatan tekanan vena pulmonal tekanan onkotik terganggu terjadilah edema paru.
Akibat lain: Darah yang dialirkan dari atrium ke ventrikel berkurang, deficit aliran darah ke aorta ----- gangguan hemodinamik
GEJALA KLINIK
1. Sesak saat aktivitas
2. Cepat lelah
3. Lemah
4. Palpitasi, keringat dingin
5. Batuk, pada kongesti vena ada orthopnea, hemoptisis, PND
6. Disfagia, tidak napsu makan
7. Kadang-kadang chest pain
8. Edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan)
9. Cianosis
10. BJ Jantung 1 keras, murmur sistolik
11. kekuatan nadi melemah, takikardi
12. Gangguan pada EKG

Pemeriksaan penunjang
1. EKG
2. Echocardiography
3. Thoraks foto
Penatalaksanaan medis
1. Perbaikan katup/penggantian katup dengan mitral valve replacement (MVR)
2. Obat-obatan: antibiotic, digitalis, diuretic, antikoagulan, anti aritmia
3. Diet rendah garam
STENOSIS MITRAL


PENINGKATAN TEKANAN ATRIUM KIRI
VENA PULMONALIS DAN DILATASI ATRIUM


PENINGKATAN TEKANAN VENA ARTERI PULMONALIS


DILATASI VENTRIKEL KIRI PERUBAHAN TEKANAN ONKOTIK PLASMA HIPERTENSI PULMONAL



HIPERTROPI VENTRIKEL KIRI KONGESTI PARU EDEMA PARU



KEGAGALAN VENTRIKEL KIRI PEMBESARAN ATRIUM
DAN VENTRIKEL KANAN



GAGAL JANTUNG KIRI GAGAL JANTUNG KANAN


DISTENSI VENA JUGULARIS


ASCITES


EDEMA PERIFER









MITRAL INSUFISIENSI

Keadaan dimana terjadi aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke atrium selama sistolik yang disebabkan oleh kebocoran katup mitral.
Insiden minsufisiensi mitral lebih sedikit daripada mitral stenosis


ETIOLOGI:
1. MITRAL INSUFISIENSI AKUT
a. Perforasi karena terjadi infeksi pada jantung
b. Rupture chordate tendinae
c. Ruptur muskulus papilaris, seiring dengan infark miokardium
2. MITRAL INSSUFISIENSI KRONIK
a. Penyakit jantung rematik (RHD)
b. Anomaly congenital
c. Endokarditis
d. Cardiomioplasty
Patofisiologi:
Katup mengalami pemendekan, kekakuan, deformitas dan retraksi pada 1 atau 2 katup mitral, terjadilah pemendekan dan saling melekatnya chordate tendinae dan otot papilaris. Selama periode systole, tekanan lebih banyak di ventrikel kiri. Akibat penutupan yang tidak sempurna dari katup mitral mengakibatkan darah kembali ke atrium kiri yang mengakibatkan distensi pada vena pulmonal. Akibatnya atrium kiri akan bekerja lebih keras untuk memompakan darah. Akibat kerja yang berlebihan tersebut terjadilah dilatasi dan hipertropi atrium kiri. Peningkatan atrium kiri dapat menyebabkan kongesti pulmonal dan memicu terjadinya gagal jantung kanan.

GEJALA KLINIK:
Ssesak saat olahraga, aktivitas, stress, hamil
Lelah, pusing, palpitasi, suara serak/parau. Batuk
Hemoptisis (jarang), chest pain (jarang)
Sistolik murmur, BJ 1 melemah, JVP meningkat
Bunyi napas rhonkii, cyanosis, diaphoresis
Nadi melemah (bisa normal), irama tidak teratur
Tekanan darah normal/menurun

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG
2. THORAKS FOTO
PENATALAKSANAAN
1. Non surgical:
a. Mengurangi aktivitas
b. Mengurani intake garam, diuretic
c. Pemberian digitalis
d. Pemberian vasodilator----mengurangi resistensi, pengosongan ventrikel kiri-----mengurangi regurgitasi
e. Anti koagulan -----mengurangi risiko emboli
f. Oksigen

2. Surgical: (pada mitral inssufisiensi berat)
Diagnose keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d. peningkatan tekanan atrium, kongesti vena
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. terganggunya lairan darah arteri dan vena
3. Berlebihnya volume cairan b.d. retensi natrium dan air
4. Intoeransi aktivitas b.d. tidak adekuatnya suplai oksigen
5. Cemas b.d.perubahan status kesehatan, dampak hospitalisasi

STENOSIS TRIKUSPID
Penyebab terbesar adalah penyakit jantung rematik (RHD). Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi umumnya bersama-sama dengan stenosis mitralis.
PATOFISIOLOGI
Darah dari atrium kanan sedikit tertahan karena penyempitan katup trikuspid
Atrium kanan akan menekan lebih kuat atrium kanan mengalami dilatasi dan hipertropi.
Curah jantung juga akan berkurang akibat adanya hambatan sirkulasi pada tingkat katup tricuspid.
GEJALA KLINIS
Peningkatan tekanan atrium kanan akan diteruskan ke vena kava superior dan vena cava inferior perasaan berdenyut pada leher, kepala juga adanya perasaan perih diperut akibat adanya hepatomegali. Keadaaan curah jantung yang rendah akan mengakibatkan mudah lelah, sesak napas dan gejala lain seperti halnya stenosis mitral
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Ecg
2. Thoraks foto
3. Echocardiography
4. Kateterisasi jantung
PENATALAKSANAAN
1. Kurangi Aktivitas fisik
2. Obat diuretic
3. Operasi valvotomy, tetapi paling baik tricuspid valve replacement (TVR)
INSUFISIENSI TRIKUSPID
Dapat terjadi atas dua sebab:
1. Fungsional disebabkan dilatasi ventrikel kanan yang menyebabkan dilatsi tricuspid yang akhirnya menyebabkan insufisiensi tricuspid. Timbul sebagai akibat adanya decompensasio cordis kanan
2. Organic, disebabkan RHD dan atau kelainan congenital
PATOFISIOLOGI
Insufisiensi Trikuspid Memungkinkan Adanya Darah Yang Kembali Ke Atrium Kanan Pada Saat Ventrikel Sistolik Dan Pada Saat Ventrikel Diastolik Volume Darah Yang Sampai Atrium Kanan Dan Ventrikel Kanan Mengalami Dilatasi Dan Hipertropi
GEJALA:
Sama Dengan Stenosis Trikuspid

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. ECG
2. Echocardiography
3. Thoraks foto
4. Kateterisasi
PENATALAKSANAAN
KONSERVATIF
- ISTIRAHAT, PEMBATASAN AKTIVITAS FISIK
- OBAT-OBATAN: DIGITALIS, DIURETIK
OPERATIF
- VALVULOPLASTY BERSAMAAN PADA KATUP MITRAL YANG TIMBUL BERSAMA
- TVR BILA ADA KERUSAKAN OGANIK YANG BERAT

Adakah Cinta Sejati itu?

Arti Cinta

Cinta Sejati, yaa.. banyak diantara pemuda dan pemudi, atau bahkan siapapun pernah mendengar kata cinta sejati, bahkan senantiasa berharap dan mendambakannya. Tetapi, disamping berharap dan mendambakan cinta yang sejati tersebut, mereka juga terkadang masih bingung dengan arti dan makna Cinta Sejati itu sendiri. Cinta Sejati, dua kata yang cukup singkat, tetapi kita sama-sama yakin.. ada arti dan makna yang sangat dalam di balik kata-kata tersebut.

Hmm… apakah Arti Cinta Sejati itu yaa..??

Apakah Cinta Sejati itu adalah berjanji serta bersedia sehidup semati dengan orang yang dicintai?. atau…

Apakah Cinta Sejati itu adalah kebersediaan dan kerelaan untuk berkorban serta memberikan segalanya bagi orang yang dicintai apapun keinginannya, walaupun keinginannya tersebut menyimpang dari Jalan-Nya, serta bisa membuat seseorang terjerumus ke lembah dosa sekalipun?

Tentu hal itu bukan yang dinamakan dengan cinta yang sejati yaa?, tetapi mungkin lebih tepat dengan apa yang dikatakan banyak orang dengan istilah Cinta Buta, tidak bisa melihat apapun kecuali hanya melihat dan memandang orang yang dicintai.

Lalu apakah Cinta Sejati itu, apakah yang arti dan maknanya pernah dilantunkan oleh salah satu group band musik terkenal asal negeri kita sendiri, dimana mereka mengatakan bahwa Cinta Sejati adalah memberi tanpa harus menerima?

Yaa.. siapapun boleh mengartikan serta memaknai dua kata tersebut sesuai dengan cara berpikir dan cara pandang masing-masing. Di sini pun saya akan mengartikan dan memaknai Cinta Sejati itu dengan beberapa bait “Puisi Cinta Sejati” yang berasal dari pikiran dan cara pandang saya, dan mudah-mudahan ada pelajaran yang bisa dipetik bagi siapa saja yang membacanya.

Cinta Sejati adalah…

Selalu merasa gembira serta turut bersuka cita disaat orang yang dicintai mendapatkan kebahagiaan.

Cinta Sejati adalah…

Senantiasa menjadi penglipur lara disaat orang yang dicintai bersedih hati dan berduka cita.

Cinta Sejati adalah…

Selalu menuntun serta mendukung orang yang dicintainya dengan sepenuh hati untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji.

Cinta Sejati adalah…

Senantiasa meluruskan disaat orang yang dicintai berbuat kesalahan dan kekhilafan atau menyimpang dari jalan yang benar.

Cinta Sejati adalah…

Rasa cinta terhadap orang yang dicintainya tidak keluar dari Jalan yang diridhai-Nya.

Cinta Sejati adalah…

Segala cinta yang dicurahkan terhadap orang yang dicintai adalah merupakan perwujudan dari rasa cinta kepada-Nya.

Cinta Sejati adalah…

Memberikan segala cinta terhadap orang yang dicintai tanpa berharap menerima apapun darinya, kecuali keridhaan dari-Nya.

Dan… itulah yang mungkin dinamakan pula dengan Cinta Yang Hakiki.

Lalu.. adakah Cinta Sejati itu untukmu?

Yakinlah Cinta Sejati-mu itu akan segera menghampirimu dan akan segera kamu dapatkan jika kamu benar-benar mengharapkan dan berusaha untuk mendapatkannya, serta mohon camkan pula kata-kata berikut ini:

“Orang yang benar-benar cinta dan mencintaimu sesungguhnya adalah orang yang akan selalu berusaha untuk membimbingmu supaya dekat kepada Tuhan-Mu, berusaha untuk membawamu menggapai kebahagiaan dan kenikmatan nan abadi setelah kematianmu, yaitu kehidupan dan perjumpaan dengan Tuhan-mu di dalam surga-Nya kelak.. tetapi jika sebaliknya, maka yakinlah ia bukan orang yang mencintaimu, tetapi maaf… ia adalah orang yang ‘cintanya semu’ kepadamu“